oleh : Oesman Doank
Meski si Japra, orangnya jauh dari ganteng, dompetnye selalu kosong melompong dan di usia duapuluh lima tahun belum pernah pacaran lantaran lebih sering dicuwekin sama cewek, dia tetap teman ogud.
Yaa... Japra adalah teman ogud yang kadang kala membuat ogud nggak mau berteman tapi ketika hasrat nggak mau berteman muncul, eeeh, ogud malah merindukan si Japra sebagai teman.
Rindu itulah yang bikin ogud menerima permintaan Japra untuk numpang di rumah ogud.
Bukan lantaran ogud kasihan atawa kagak tega kalo di Japra tidur di kolong jembatan atawa di emperan toko, atawa di pos hansip kayak yang dialami si Kardun. Ogud bersedia memenuhi permintaan si Japra karena dia cuma bilang mau numpang tempat tinggal supaya bisa bobo nyenyak, bisa cuci pakaian. Konkritnya, juga supaya bisa ikutan numpang makan.
Nah, dari pada makanan mubazir, kalau ada si Japra, kan berubah jadi gak mubazir alias habis. Soalnya, kalau makan, si Japra nggak banyak. Paling juga dua piring.
Tapi, gimana juga ogud sebbbeeeeeeeeeeel banget sama si Japra. Meski sebel, yaa dia tetap aja ogud biarkan numpang tidur, makan, dan numpang minjam pakaian ogud kalo dia lagi malas nyuci lantaran kagak bisa beli sabun.
Kenapa ogud jadi sebal sama dia padahal dia teman ogud yang kadang mau ngelupain dia sebagai teman? Gak lain lantaran lagak si Japra kayak pejabat yang jago banget dalam hal obral janji. Yaa.. waktu ogud belum ngijinin, kan dia janji cuma numpang three in one, yaitu, numpang bobo, numpang makan dan nyuci pakaian. eeeh, belakangan dia mulai ngelunjak.
Japra mulai berani ngutang. Mulai ngajuin usul mau minjam doku alias uang yang kata orang di barat di sana Money.
" Apa salahnya kalau aku pinjam uang," kilah si Japra sembari menyetel wajah iba.
" Memang nggak salah, friend. Cuma, kamu mau bayar pakai apa? Duit tuh bukan daun. jadi, ngutang uang harus bayar doku. Nah, kalau kamu juara pertama dalam pengangguran, kapan bisa memastikan bisa membayar hutang," kata ogud.
Tapi, dengan dalih dan dengan nyetel wajah minta diapresiasi untuk dikasihani, Japra tetap meminta agar aku ikhlas minjamin doku.
"Kalau aku nggak ikhlas, gimana?" tanya ogud
" Yaa.. kayaknya, ikhlas nggak ikhlas, berlakulah adil kepadaku. Sebab, aku butuh dan kepingin beli sesuatu," ujar si Japra.
Entah terpaksa entah karena iba, aku pun tak tahu kenapa akhirnya kuberi si Japra pinjaman sebanyak sejuta perak yang diralat oleh si Japra bahwa uang yang kuberikan berjumlah sejuta rupiah.
Brengseknya, seminggu berselang, si Japra yang sudah kutaksir dengan mantap nggak bakal sanggup bayar hutang, dengan wajah sejuta iba dan berharap aku kasihan padanya, ngerengek lagi. Dia mengajukan pinjaman sebesar tiga juta rupiah.
"Insya Allah...," ujar si Japra.
"JiIka aku tak sanggup dan tak bisa bayar, kamu dapat pahala melimpah dari Allah," tambahnya.
Aku tercekat. Mau numpahin kesal, malah terpikat karena bisa bisanya dia tahu kalau orang baik, setiap perbuatan baiknya bakal diganjar oleh ALLAH, meski sebesar biji nangka atau biji yang paling kecil di dunia.
Meski dengan sangat terpaksa dan penuh sesal alias kurang ikhlas, aku terpaksa mengajaknya ke ATM. Setelah kuserahkan uang sebesar tiga juta rupiah, tanpa hirau apakah aku setuju atau tidak pulang sendirian, dia mengatakan akan segera ke suatu tempat untuk menggunakan uangnya dengan tepat guna dan tepat sasaran.
Karena kepingin tahu uang pinjaman digunakan untuk apa, diam diam aku menguntit si Japra yang naik angkot dengan uang tiga juta. Aku yang mengikuti si Japra turun dari angkot di depan sebuah rumah sakit, dari jarak seratus meter terpaksa menepikan motor. Setelah dia masuk ke halaman rumah sakit, barulah aku memberanikan diri untuk mengetahui lebih lanjut
Akhirnya, saat jam kunjungan besuk pasien, aku sampai ke sebuah ruangan, mengikuti si Japra yang masuk ke sebuah ruangan rumah sakit. AKu sangat terkejut, karena Japra menjenguk seseorang yang aku yakin juga sangat mengenalnya.
Melihat hal itu, aku jadi tertegun. Hanya, aku tak berani mendekat karena tak ingin diketahui oleh Japra. Setelah mengingat nama ruangan di lantai dua, aku datangi kasir di lantai satu. Dari sang kasir aku mendapat penjelasan, pasien bernama Ujang Belel sudah diperbolehkan pulang karena saudaranya yang bernama Japra telah melunasi biaya perawatan selama tiga hari yang besarnya tiga juta rupiah.
Saat itu atau tepatnya setelah mendengar penjelasan si kasir cewek yang cakepnya boleh diingat karena memang cantik, aku terhenyak. Soalnya, aku tahu persis, Ujang Belel bukan keluarga si Japra. Dia adalah seorang pemulung yang kerap kali mengais bak sampah di komplek perumahan di mana aku bertempat tinggal atau dimana si japra numpang bobo.
"Jadi, si Japra minjam uang untuk menolong orang lain yang sama sekali bukan saudaranya?" aku membatin.
Setelah beberapa saat tertegun, aku segera berlari untuk kembali ke ruangan di mana Ujang Belel sedang dirawat.
Sesampainya di sana, Japra dan Ujang Belel yang sedang dipapah Japra untuk segera meninggalkan rumah sakit, kaget.
"Kamu kok bisa sampai ke sini?" Tanya Japra dengan wajah penuh senyum - wajah ibanya entah dibuang kemana
Aku tak tahu dari mana aku berani mengatakan kepada si Japra, kalau aku ikhlas jika uang yang dipinjamnya tidak dikembalikan alias tak dibayar.
" Sungguh kamu ikhlas?" Tanya Japra
Aku mengangguk untuk meyakinkan
" Jika begitu, kamu sungguh sungguh mengakui kalau ALLAH Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta Maha Pemberi Rezeki," kata Japra sembari memapah Ujang Belel dan melihatnya aku bergegas membantu di sisi kiri.
Tuhan, aku gedeg sama si Japra yang janji cuma mau numpang theree in one tapi pakai nambah sama ngutang. Tuhan...Ampuni gedegku sama Japra. Sebab, dia telah mengajariku bagaimana sebagai hamba harus membangun kepedulian terhadap sesama.
Meski si Japra, orangnya jauh dari ganteng, dompetnye selalu kosong melompong dan di usia duapuluh lima tahun belum pernah pacaran lantaran lebih sering dicuwekin sama cewek, dia tetap teman ogud.
Yaa... Japra adalah teman ogud yang kadang kala membuat ogud nggak mau berteman tapi ketika hasrat nggak mau berteman muncul, eeeh, ogud malah merindukan si Japra sebagai teman.
Rindu itulah yang bikin ogud menerima permintaan Japra untuk numpang di rumah ogud.
Bukan lantaran ogud kasihan atawa kagak tega kalo di Japra tidur di kolong jembatan atawa di emperan toko, atawa di pos hansip kayak yang dialami si Kardun. Ogud bersedia memenuhi permintaan si Japra karena dia cuma bilang mau numpang tempat tinggal supaya bisa bobo nyenyak, bisa cuci pakaian. Konkritnya, juga supaya bisa ikutan numpang makan.
Nah, dari pada makanan mubazir, kalau ada si Japra, kan berubah jadi gak mubazir alias habis. Soalnya, kalau makan, si Japra nggak banyak. Paling juga dua piring.
Tapi, gimana juga ogud sebbbeeeeeeeeeeel banget sama si Japra. Meski sebel, yaa dia tetap aja ogud biarkan numpang tidur, makan, dan numpang minjam pakaian ogud kalo dia lagi malas nyuci lantaran kagak bisa beli sabun.
Kenapa ogud jadi sebal sama dia padahal dia teman ogud yang kadang mau ngelupain dia sebagai teman? Gak lain lantaran lagak si Japra kayak pejabat yang jago banget dalam hal obral janji. Yaa.. waktu ogud belum ngijinin, kan dia janji cuma numpang three in one, yaitu, numpang bobo, numpang makan dan nyuci pakaian. eeeh, belakangan dia mulai ngelunjak.
Japra mulai berani ngutang. Mulai ngajuin usul mau minjam doku alias uang yang kata orang di barat di sana Money.
" Apa salahnya kalau aku pinjam uang," kilah si Japra sembari menyetel wajah iba.
" Memang nggak salah, friend. Cuma, kamu mau bayar pakai apa? Duit tuh bukan daun. jadi, ngutang uang harus bayar doku. Nah, kalau kamu juara pertama dalam pengangguran, kapan bisa memastikan bisa membayar hutang," kata ogud.
Tapi, dengan dalih dan dengan nyetel wajah minta diapresiasi untuk dikasihani, Japra tetap meminta agar aku ikhlas minjamin doku.
"Kalau aku nggak ikhlas, gimana?" tanya ogud
" Yaa.. kayaknya, ikhlas nggak ikhlas, berlakulah adil kepadaku. Sebab, aku butuh dan kepingin beli sesuatu," ujar si Japra.
Entah terpaksa entah karena iba, aku pun tak tahu kenapa akhirnya kuberi si Japra pinjaman sebanyak sejuta perak yang diralat oleh si Japra bahwa uang yang kuberikan berjumlah sejuta rupiah.
Brengseknya, seminggu berselang, si Japra yang sudah kutaksir dengan mantap nggak bakal sanggup bayar hutang, dengan wajah sejuta iba dan berharap aku kasihan padanya, ngerengek lagi. Dia mengajukan pinjaman sebesar tiga juta rupiah.
"Insya Allah...," ujar si Japra.
"JiIka aku tak sanggup dan tak bisa bayar, kamu dapat pahala melimpah dari Allah," tambahnya.
Aku tercekat. Mau numpahin kesal, malah terpikat karena bisa bisanya dia tahu kalau orang baik, setiap perbuatan baiknya bakal diganjar oleh ALLAH, meski sebesar biji nangka atau biji yang paling kecil di dunia.
Meski dengan sangat terpaksa dan penuh sesal alias kurang ikhlas, aku terpaksa mengajaknya ke ATM. Setelah kuserahkan uang sebesar tiga juta rupiah, tanpa hirau apakah aku setuju atau tidak pulang sendirian, dia mengatakan akan segera ke suatu tempat untuk menggunakan uangnya dengan tepat guna dan tepat sasaran.
Karena kepingin tahu uang pinjaman digunakan untuk apa, diam diam aku menguntit si Japra yang naik angkot dengan uang tiga juta. Aku yang mengikuti si Japra turun dari angkot di depan sebuah rumah sakit, dari jarak seratus meter terpaksa menepikan motor. Setelah dia masuk ke halaman rumah sakit, barulah aku memberanikan diri untuk mengetahui lebih lanjut
Akhirnya, saat jam kunjungan besuk pasien, aku sampai ke sebuah ruangan, mengikuti si Japra yang masuk ke sebuah ruangan rumah sakit. AKu sangat terkejut, karena Japra menjenguk seseorang yang aku yakin juga sangat mengenalnya.
Melihat hal itu, aku jadi tertegun. Hanya, aku tak berani mendekat karena tak ingin diketahui oleh Japra. Setelah mengingat nama ruangan di lantai dua, aku datangi kasir di lantai satu. Dari sang kasir aku mendapat penjelasan, pasien bernama Ujang Belel sudah diperbolehkan pulang karena saudaranya yang bernama Japra telah melunasi biaya perawatan selama tiga hari yang besarnya tiga juta rupiah.
Saat itu atau tepatnya setelah mendengar penjelasan si kasir cewek yang cakepnya boleh diingat karena memang cantik, aku terhenyak. Soalnya, aku tahu persis, Ujang Belel bukan keluarga si Japra. Dia adalah seorang pemulung yang kerap kali mengais bak sampah di komplek perumahan di mana aku bertempat tinggal atau dimana si japra numpang bobo.
"Jadi, si Japra minjam uang untuk menolong orang lain yang sama sekali bukan saudaranya?" aku membatin.
Setelah beberapa saat tertegun, aku segera berlari untuk kembali ke ruangan di mana Ujang Belel sedang dirawat.
Sesampainya di sana, Japra dan Ujang Belel yang sedang dipapah Japra untuk segera meninggalkan rumah sakit, kaget.
"Kamu kok bisa sampai ke sini?" Tanya Japra dengan wajah penuh senyum - wajah ibanya entah dibuang kemana
Aku tak tahu dari mana aku berani mengatakan kepada si Japra, kalau aku ikhlas jika uang yang dipinjamnya tidak dikembalikan alias tak dibayar.
" Sungguh kamu ikhlas?" Tanya Japra
Aku mengangguk untuk meyakinkan
" Jika begitu, kamu sungguh sungguh mengakui kalau ALLAH Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta Maha Pemberi Rezeki," kata Japra sembari memapah Ujang Belel dan melihatnya aku bergegas membantu di sisi kiri.
Tuhan, aku gedeg sama si Japra yang janji cuma mau numpang theree in one tapi pakai nambah sama ngutang. Tuhan...Ampuni gedegku sama Japra. Sebab, dia telah mengajariku bagaimana sebagai hamba harus membangun kepedulian terhadap sesama.
0 komentar:
Posting Komentar