oleh : Oesman Doank
PAK MURAD yang lagi asyik tidur siang di hari Minggu, darahnya naik sampai ke ubun ubun. Untung aja doski belum beruban. Kalau sudah berambut putih, boleh jadi darahnya naik tak hanya ke ubun ubun tapi langsung sampe ke uban uban.
PAK MURAD yang lagi asyik tidur siang di hari Minggu, darahnya naik sampai ke ubun ubun. Untung aja doski belum beruban. Kalau sudah berambut putih, boleh jadi darahnya naik tak hanya ke ubun ubun tapi langsung sampe ke uban uban.
Tapi, MIUN - satpam RT, punya alasan kuat kenapa dia harus mengganggu tidur bossnya. Meski sempat didamprat tapi dicuekin, MIUN ngelapor kalau dirinya sudah tak sanggup mengatasi perselisihan antara tukang duren yang ngider dengan pak MOKO, warga baru yang sebenarnya kagak sombong tapi entah kenapa sampai mau ribut sama tukang duren.
"Cuma lantaran begitu doang mereka saling ngotot?" tanya Pak Murad yang akhirnya maklum kenapa Miun - sang Satpam, membangunkan bobo siangnya
"Tapi alasan yang paling mendasar mereka berkelahi, saya tidak tahu persis, pak. Sebab, waktu mau saya lerai, mereka malah sepakat mau ngeroyok saya, " kata MIUN
"Kok bisa begitu, sih ?" Tanya Pak Murad, yang tak lagi sungkan ganti kain sarung dengan celana panjang di depan anak buahnya.
" Yaa tentu saja bisa, pak. Buktinya, saya datang dan bangunin bapak yang barusan kelihatan kesal karena lagi asyik bobo malah dibangunan,"
"Gue tuh bukan lagi bobo di bangunan. Tapi, lagi asyik bobo lu bangunin," sentak pak Murad yang setelah memakai celana panjang, langsung meninggalkan rumahnya.
Mau tak mau MIUN yang sebenarnya kepengen ngobrol banyak sama pak RT ikutan ngacir, ngikutin langkah pak RT yang menuju lokasi TOD (Tempat Orang Duel)
Sesampai di TOD, beliau memang melihat dua mahluk yang sudah saling tarik urat leher.
Kuatir keduanya saling jambak saling pukul, Pak Murad langsung membentak
" Hei.. kalau kalian mau berkelahi jangan di wilayah kekuasaan saya"
Dua pihak yang berseteru dan kelihatannya belum saling berani mukul karena takut dituding sebagai pihak yang lebih dahulu berbuat rusuh, serempak menoleh ke arah pak Murad. Melihat siapa yang datang, pak MOKO merasa dapat angin segar. Tanpa segan dia segera menjelaskan, kenapa bertengkar di siang bolong, dan pak MOKO juga memanfaatkan situasi dengan mengatakan si tukang duren sudah berani ngelunjak karena jualan di wilayah orang, tapi tidak mau kompromi
"Maksud sampeyan itu, apa sih mas Moko?" Tanya Pak Murad yang tentu saja tak mengerti mengapa pak Moko langsung mendiskriditkan si tukang duren.
" Karena cara dia berdagang sangat angkuh dan sombong, pak," kata pak Moko
"Jangan percaya, pak," tukas si tukang duren
" Saya itu pedagang kecil yang tak punya hak untuk menyombongkan diri, pak," lanjut si tukang duren yang lantas bergegas menjelaskan, duduk persoalannya dengan segamblang gamblangnya, tanpa bermaksud menambahkan apalagi menngurangi.
" Jadi," sambar pak RT. " Si abang menawarkan harga duren per buah dua puluh lima ribu dan ditawar oleh pak Moko dengan harga tiga puluh ribu?"
" Begitulah, pak. Itulah duduk persoalan yang membuat kami sampai ke tahap duel tarik urat leher," sergah pak Moko.
"Yang dikatakan bapak ini, betul, pak. Hanya, ketika harganya saya turunkan jadi duapuluh dua ribu, beliau malah ngotot nawar tiga puluh lima ribu. Itu sebabnya kami saling ngotot," papar si tukang duren
Pak Moko tidak menampik apalagi meralat penjelasan tukang duren, sebab, memang seperti itulah duduk persoalan sebenarnya
Pak Murad memanfaatkan petunjuk yang baru diperoleh untuk bertanya ke masing masing pihak. Doski senyam senyum, setelah pak Moko bilang, dia meninggikan harga beli per buah duren karena berniat ingin sedekah atau membantu si tukang duren, agar semakin semangat dalam berdagang dan tetap tidak menaikan harga seenaknya sehingga pembeli duren bisa mengeluh jika pedagang duren meniru niru kelakuan para tengkulak yang dengan seenaknya menaikkan harga cabe, bawang, dan kebutuhan lainnya.
Sedangkan si tukang duren berkilah, meski ia tukang duren, tak ingin menerima keuntungan dari cara yang dilakukan pembelinya. Sebab, ia bukan tengkulak yang seenak beronya menaikkan harga duren, dan malah menganggap pak Moko yang dengan ulahnya menawar dengan harga lebih tinggi, bermaksud menyinggung dirinya yang memang pedagang tapi dirinya bukanlah tipikal pedagang yang semena mena dalam menjual barang, terlebih di saat bulan ramadhan, idul fitri, natal dan tahun baru.
" Oke, kalau begitu, begini saja. Pak Moko silahkan beli duren sama saya dengan harga yang sudah pak Moko setujui. Nah, saya lalu membayar harga duren sesuai dengan tarif si abang tukang duren. Sedangkan uang lebihnya, kita berikan saja kepada orang yang mebutuhkan. syukur jika pak Moko berniat memborong duren yang ada. Dengan begitu, akan lebih banyak uang yang bisa kita sumbangkan bersama"
Meski menyesal karena solusi dari pak RT merugikan dirinya padahal sebenarnya pak Moko tak bermaksud membeli duren dan caranya meninggikan harga hanya untuk mencari solusi agar si tukang duren tak terus mendesak agar dia membelinya, terpaksa menyetujui solusi yang diberikan oleh pak Murad. Pun begitu dengan si tukang duren, meski sebenarnya ia sangat menyesal karena sebenarnya sangat berharap agar buah durennya dibeli dengan harga yang lebih tinggi lagi.
0 komentar:
Posting Komentar