ADA PINTU DI JENDELA
Oleh : Oesman Doank
ENAM PULUH TUJUH
Dan, sama sekali Sumirah tidak mengira,
ji ka rumah yang kini masih jadi tempat tinggal ia dan anaknya – meski suaminya
belum lama wafat, yang menjadi hak
mutlak Bondan karena namanyalah yang tercantum sebagai pemilik di akte, tanpa
pikir panjang atau berpikir rumit, diberikan kepada Andhika.
Duh… tak percuma, Sumirah melaksanakan
amanah suaminya, yang dengan sangat mewanti-wanti padanya, saat pak Sadewa menyerahkan
surat wasiat dalam sebuah amplop coklat. Kala itu, ia malah diperkenankan untuk
mengetahui isi surat wasiat yang dibuat suaminya. Tapi, Sumi rah malah baru
membuka amplop dan membaca surat wasiat yang dititipkan padanya.
Sumirah sama sekali tak kecewa, meski su
rat wasiat yang dibuat suaminya sebelum beliau wafat, malah tak menyebut ia dan
anaknya sedi kitpun. Artinya, hanya Bondan yang mendapat kan hak atas harta pak
Sadewa. Memang, bersa maan dengan itu, pak Sadewa juga mewasiatkan pada Bondan,
yang harus memikirkan nasibnya dan juga kedua anaknya.
Duuh, tak sia-sia, Sumirah melenyapkan
bisi kan-bisikan nakal dan sekaligus keji, yang kala itu sangat mengganggunya.
Bisikan yang menga jak Sumirah untuk menyelewengkan amanah agar peninggalan
almarhum suaminya dapat ia kuasai sendiri. Hasilnya, ternyata adalah kegem
biraan dan kebahagiaan tak terhingga, seperti yang ia rasakan saat ini.
Malah, ia yang diangkat sebagai Direktur
Utama dan diberi kepercayaan oleh Bondan un tuk mengelola dan sekaligus
mengawasi perusa haan yang telah maju dan berkembang pesat, ka rena keuletan
suaminya yang sekaligus diizinkan oleh Allah meraih keberhasilan dibidang
bisnis
Hanya, untuk hal yang satu ini, Sumirah
ti dak menerima dengan begitu saja tawaran dan sekaligus kepercayaan Bondan
pada dirinya. Me mang, yang diberikan
kepadanya adalah jabatan paling strategis. Gaji besar dan fasilitas pun pa ling
memadai. Ia yakin, jika ia langsung meneri ma tawaran dan amanah Bondan tanpa
catatan dan atau permintaan, ia bebas seratus prosen dari beban ekonomi.
Bukan berarti jika Bondan tak memenuhi
permintaannya, ekonomi rumah tangganya full diwarnai kendala. Ia toh masih
punya simpanan uang di bank, juga
perhiasan, yang jumlahnya lumayan besar, dan semua yang dimiliki telah jadi
milik pribadinya. Semua dari suaminya dan selama perkawinannya, yang ia
dapatkan dari pak Sadewa, memang untuk dan atas nama Sumi rah. Sama sekali tak
ada kaitannya dengan harta yang diwasiatkan pak Sadewa kepada Bondan.
Kini, yang akan dilakukan Sumirah hanya
menunggu kabar dari Bondan. Ia yakin, Bondan dapat menyelesaikan masalah dengan
baik. Dan jika Bondan berhasil memecat lelaki yang tak lain adik iparnya, ia
tak akan menyesal. Malah, itulah yang diharapkan. Dampaknya, bukan tak ada.
Hanya, Sumirah yakin, ia dapat menyelamat kan Lasmini, adik kandungnya, yang
belakangan hidupnya agak kacau, karena suaminya, setelah diangkat sebagai salah
seorang Direktur di peru sahaan suaminya, telah berubah menjadi lelaki yang
sangat gemar main wanita, dan juga gemar menyakiti isterinya.
Sumirah sengaja tak mau menceritakan
mengapa, Juneadi lebih baik dipecat dari kedudu kannya. Jika Bondan melakukan
investigasi, ia akan bisa mengumpulkan data-data kebobrokan adik iparnya. Baik
di perusahaan, mau pun di lu ar perusahaan.
Bersambung…..
0 komentar:
Posting Komentar