ADA
PINTU DI JENDELA
Oleh :
Oesman Doank
EMPAT
PULUH ENAM
“Mbak… saya nggak punya dan nggak bi sa apa-apa. Saya pun gak
hanya sebatas ingin ber bagi.Soalnya,Allah itu begitu baik, Allah
tidak pelit kepada para hambanya. Jadi, jika hamba nya pelit, maka
kepelitannya tidak akan pernah berarti apa apa bagi Allah. Sekarang,
ijinkan sa ya nengok bayi mbak, yaa ?”
“Silahkan, boss. Terima kasih “
Sebenarnya berat sekali Ariyani melepas pelukan. Ia masih ingin
menikmati degup kebai kan yang bermukim di jiwa Bondan. Ia ingin, de
gupnya menjalar ke hati suaminya, ke dirinya, ke bayinya. Ke kedua
anaknya, yang dititipkan di ru mah orangtuanya, karena ia di rumah
sakit.
Sedangkan Sabar, suaminya, harus ngo jek. Memang, ngojek bukan
pekerjaan hina. Di mata Allah, lebih mulia dari Menteri atau pejebat
yang gemar korup. Lebih mulia dari perampok berdasi atau perampok
bergolok.
Hanya, isteri pengojek, harus pintar ber syukur. Saat suaminya
pulang dan hanya bawa hasil pas-pasan untuk makan, dada dan jiwa
harus selalu lapang. Jika sudah terbiasa, pasti bisa. Sebab,
bersyukur adalah menerima segala ketetapan dari Allah dengan lapang
dada. Dan bila hasrat mensyukuri nikmat dari Allah selalu menggelora
dan menjiwa, yang bersemayam di dada yang lapang, itulah ketenangan
dan keten traman yang membahagiakan.
(9)
SABAR
yang dengan sabar menunggu namanya dipanggil, masih asyik duduk
di kursi ruang tunggu sambil termangu, tersentak. Ia ka get saat
Bondan menepuk bahunya.
“Nggak dengar, barusan nama isteri lu dipanggil kasir”
Sabar bergegas menghampiri kasir. Lang sung menanyakan biaya yang
harus ia bayar, jika besok sore membawa isterinya pulang. Kasir wa
nita, melihat ke komputer. Menyebut jumlah re kening atas nama isteri
Sabar
“ Jadi, semuanya lima juta?”
Kasir mengangguk sambil senyum.Sabar menarik nafas panjang dan
menghembuskannya. Dadanya plong. Duit di tas pinggangnya, lebih dari
delapan juta. Berarti, masih banyak lebih Sabar segera menulanasi
biaya perawatan isterinya.
“Pokoknya, besok sore saya bawa isteri saya pulang. Lalu saya
kembali nemuin mbak. Lebih dan kurangnya, besok saya selesaikan,”
kata
Sabar.
Ia lalu bergegas menghampiri Bondan.
“Boss, kayaknya cuma habis sekitar enam jutaan,” Sabar
menyerahkan kertas bukti pembayaran. Bondan meraih dan memperhati kan
bukti tanda pembayaran
“Yaa, syukur Alhamdulillah. Berarti sisa nya kan, bisa lu gunakan
buat beli keperluan ba yi, lu, bang ?”
“Ja..jadi, tidak saya kembalikan ke boss saja ?”
Bondan melotot. Kesal.
“Tuh duit, kan, dari tadi sudah lu pe gang? Itu rezeki lu dari
Allah, bang. Bukan dari gue. Kalau lu mau kembalikan, yaa, jangan ke
gue. Kembaliin langsung ke Allah. Lu udeh ke nal atawa tau apa nggak
di mana alamat Allah ?”
Sabar langsung terharu. Seketika, ada yang mengembang di bola
matanya.
“Awas,
lu, bang. Sekali lagi sesenggu kan, gue batalin niat gue nginep di
rumah, lu ?”
Bersamung...........
0 komentar:
Posting Komentar