ADA PINTU DI JENDELA
Oleh : Oesman Doank
EMPAT PULUH SEMBILAN
“ Mengurus urusan masing masing kayaknya
memang jauh lebih baik, yaa pak. Cuma kalau masing masing orang nggak mengurus
urusannya, apakah menjadi lebih baik atau malah sebaliknya, pak?” Kata si
lelaki brewok yang kini sudah mendekati Sabar.
Sabar bukan tidak kesal.
Doski malah sangat kesal. Soalnya, pria
tak dikenal yang sudah di dekatnya tak hanya merasa sok akrab. Tapi, juga sok
yakin dan mengira kalau Sabar tidak kesal.
Setelah menyeka air matanya, Sabar
kembali menoleh ke pria brewok yang melempar senyum
“ Bapak kan bilang baru saja kehilangan isteri. Kalau
kenyataannya begitu, mengapa tidak segera mengurus segala sesuatunya agar bisa
segera mengebumikannya dengan baik”
“ Waah.. kalau soal itu sudah banyak
yang mengurus masing masingnya pak. Saat ini, saya justeru kepengeeen banget,
cari isteri yang sholehah. Nggak matre. Sayang sama dua anak saya. Tapi, pasti
sulit, ya, pak. Memang, sekarang ini zamannya zaman matre, yang menyulitkan
pria tak berduit mencari isteri yang tidak matre, ya pak ?”
“Maaf, saya sudah harus pulang.
Jangan ganggu saya lagi ! “ Sabar yang jadi makin kesal menyentak.
Setelahnya, Sabar hanya berusaha
untuk mengeluarkan sepeda motornya dari
areal parkir yang padat oleh sepeda motor .
“Oh, bapak mau pulang? Pulang ke
ma na? Saya ikut, dong , pak ?”Sahut Si pria brewok yang malah bergegas
membantu Sabar mengeluarkan sepeda motornya
“ Isteri bapak, kan baru saja mening gal? Dari pada ikut saya pulang, kan, dari
yadi saya sudah bilang lebih baik bapak urus pemakaman isteri bapak. Bagaimana
juga, sih ?” Sabar makin sewot
“ Oh iya, ya, saya ini, kok
bagaimana ju ga yaa? Tadi,maksudnya, kan saya mau ambil hape yang saya taruh di
bagasi motor. Tapi saya lupa, dimana saya memarkir motor saya. Kalau bapak punya hape dan ikhlas
saya pinjam, , ijinkan saya memakai hape bapak agar saya bisa menghubungi
mertua saya”
Sabar yang merasa makin terganggu, jadi
nggak bisa nahan sabar. Ia jadi lupa kalau dirinya masih dalam kondisi seperti
anak kecil yang tidak dibelikan permen, nangis sesenggukan.
Tapi, belum juga Sabar bicara, si lelaki
brewok sudah kembali nyerocos.
“ Oh Iya, pak. Tadi, pak dokter
juga bilang, masing-masing orang itu selain ada urusannya juga ada jalannya.
Jadi, waktu isteri saya meninggal, saya disarankan untuk tidak menangis.
Sebab, isteri saya meninggal karena sudah
waktunya. Atas kehendak NYA, lho, pak. Sama sekali bukan atas kehendak saya.
Tapi, tadi, sesaat saya sempat sedih. Bener, pak.
Sekarang saya sudah kembali tenang
. Kayaknya, sudah plong. Bebas merdeka, pak.
Mudah mudahan, saya dapat
kemudahan cari isteri pengganti Tapi,sekarang ini, kok susah ya, pak, cari
perempuan yang nggak matre.
Isteri saya itu, matre banget, pak. Nggak
taunye, ibunya juga matre. Teman-teman ngerum pinya juga pada matre pak. Tapi,
biarlah mereka pada matre. Yang penting, waktu mau berangkat ke rumah sakit,
saya sudah mengabarkan akan segera membawa isteri saya ke rumah sakit. Sekarang
ini, kira-kira, menurut perkiraan bapak, mertua saya masih di rumah atau masih
dalam perjalanan ke rumah sakit, ya, pak ?”
Bersambung………
0 komentar:
Posting Komentar