ADA
PINTU DI JENDELA
oleh
:
Oesman Doank
SEMBILAN
BELAS
(5)
MENINGGALKAN
prilaku buruk, tidak semudah meninggalkan kebiasaan makan buah
atau sayur. Bahkan, lebih sulit dari mengecat es dan menghitung
buih-buih ombak di luasnya lautan. . Tapi, siapa pun yang punya niat
untuk bisa, pasti sanggup dan berhasil mengubah prilaku buruknya.
Jika sudah seperti itu, dia patut disebut orang hebat. Sebab, mampu
menjinakkan hawa nafsunya
Siapapun, jika sudah
seperti itu, layak dibilang sosok perkasa dalam arti sesungguhnya.
Sebab, dirinya mampu dan berhasil mengubah kebodohan hatinya. Ketika
kecerdasan nuraninya mulai bermagma, boleh jadi, langkahnya manjadi
sosok mulia akan semakin mulus, meski di seketika bisa saja menjadi
ketidak sanggupan jika tak terus dipertahankan
Hanya, apakah
setelah berhasil mengubah prilaku buruk, ia sanggup mengembangkan
kecer dasan hatinya menjadi kemuliaan yang tangan nya menyelamatkan
dan bibirnya menentramkan siapa saja dan juga dirinya? Bagaimana jika
malah kembali lagi ke prilaku semula?
Jelas patut
dipertanyakan. Terlebih, Bondan baru melangkah ke babak baru sebuah
kehidu pan.Babak yang sungguh sangat asing. Selama ini ia hanya
bergelut dalam kemelut. Dalam cen tang perenangnya jiwa yang rapuh.
Jiwa yang ha nya dikendalikan oleh hawa nafsu. Lepas dari se gala
sebab yang bisa membuat Bondan begitu
Memang, sekecil
apapun, kemungkinan un tuk menjadi Bondan seutuhnya, tetap terbuka.
Dan kemungkinan itu --sekecil apa pun, adalah peluang. Terlebih,
bersamaan dengan itu, muncul kesadaran untuk mewujudkan. Hanya, bagai
ma na pun, tetap tergantung siapa yang melakukan dan apa motif
utamanya mengubah prilaku.
Apakah digunakan
sepenuhnya untuk tujuan mengubah prilaku, atau hanya sebatas mengisi
ti tik jenuh. Bila sepenuhnya untuk mengubah pri laku, berarti
kemungkian yang secuil dan kesada ran yang tumbuh, adalah hidayah dan
juga karu nia. Jika sebaliknya, bukan hidayah. Tapi, se mata mata
hanya sebagai titik jenuh dan kelela han dalam pencapaian yang tak
pernah jelas, ma na ujung mana pangkalnya.
Bondan sadar, ia
bukan tak cuma bisa kem bali ke asal muasal. Kemungkinan kembali,
juste ru lebih besar. Sebab, ia baru mulai mengubah dan belum
benar-benar berubah. Sedangkan sela ma ini, sudah nyaris tenggelam
bersama kebia saannya.
Kalau keraguan
masih tersisa, kalau tekad tidak sebulat keinginan yang mutlak ingin
dica pai, kalau iming-iming kemewahan masih menyi sakan pesona,
Bondan tak punya tekad untuk hij rah. Hanya, Bondan tak punya
keberanian untuk menyebut yang dilakukan sebagai prilaku orang yang
ingin hijrah.
Bondan hanya
ingin mengubah jalan hidup dan menyelaraskan jati dirinya dengan
jalan hidup yang berbeda dengan masa silamnya
Pada Mbok Sinem,
pun, ia tak pamit deng an alasan ingin hijrah Ia hanya bilang akan me
nikmati suasana baru dengan mondok di sebuah pesantren di luar kota.
Tempat tepatnya di mana, ia belum bisa memastikan. Ia baru akan
mencari pondok pesantren, yang menurutnya cocok untuk
menjelajah dan menikmati hidup barunya. Tentu sambil mulai belajar
dan mendalami ilmu agama
“Lalu,
bagaimana dengan si mbok, den ?”
Bersambung..........
0 komentar:
Posting Komentar