oleh : Oesman Doank
EMPAT PULUH EMPAT
Suasana, yang sejak Sabar muncul
sam pai Bondan hadir, memang seperti cuaca. Silih berganti. Bila semula tangisan
dan air mata, yang sesungguhnya juga menyegarkan karena latar belakang
sesungguhnya kegembiraan dan kebaha giaan.
Kini, suasana sudah langsung
berubah, berganti dengan suasana yang full kegembiraan karena bila semula hanya
Sabar dan Ariyani yang menangis, ketika giliran ngakak, semua yang ada –
kecuali Bondan, terbahak-bahak.
“Lhoo, gue tuh ngomong apa adanya,
bang. Kok, semua malah pada ngakak.Memang nya, gue pelawak “
“Boss…si boss mau bilang apa saja,
silahkan. Yang jelas, semua yang ada di sini, pa da ngakak. Berari, boss itu
lucu. Boss jago men ciptakan suasana yang membuat kita senang. Iya, kan,
bapak-bapak dan ibu-ibu ?”
Meski ada yang tetap ragu, karena
belum mengerti siapa Bondan, jawaban yang kemudian terdengar jelas, sangat
seragam.
“Yaa, boss, memang lucu, kok”
“ Kalau tiap hari boss datang, dan
bisa
terus melucu seperti sekarang kita
disini, pasti lu pa sama kesulitan hidup, “ kata ibu yang dirawat di sebelah
Ariyani.
Gara-gara ada yang berani
berkomen tar, Ariyani yang semula gugup, malu, tapi pada akhirnya juga melepaskan tawa dan baru saja
bi sa ngerem tawanya, merasa tak punya beban un tuk mengungkap perasaannya.
“ Boss..boleh saya bicara dari
hati yang paling dalam?”
“ Waah, sori mbak. Saya harus
bilang te rus terang, mbak tidak boleh atau tidak saya izinkan bicara pada saya.
Sebab, pertama, saya belum yakin, kalau mbak isterinya bang Sabar. Soalnya,
isteri bang Sabar, seperti yang diakuin bang Sabar ke saya, lebih cakep dari
Jupe. Se dangkan mbak, tidak secantik Jupe
Kedua, kalau mau bicara dari hati
yang paling dalam, minta izinnya jangan ke saya, tapi, harus langsung ke bang
Sabar. Kalau ke saya, ma lah merepotkan negara. Pertama, kalau bang Sa bar
cemburu dan menggugat mbak ke pengadi lan agama, kan hakim di pengadilan agama
jadi tambah kerjaan.
Ketiga, kalau akhirnya saya
simpatik dan nantinya saya mau sama mbak, ntar bang Sabar mbak tinggalin. Syukur
kalau bang Sabar tidak frustrasi atau senewen, Kalau frustrasi? Apa kata dunia,
mbak ?”
Lagi-lagi, yang lantas terdengar
bukan tangisan Ariyani atau Sabar. Tapi suara ngakak Semua yang ada di ruang
nomor 313, juga ngakak. Mereka nggak nyangka, jika di sore yang indah, ada yang
sengaja bikin suasana jadi begitu indah. Mereka, bisa tertawa dengan lepas dan
bebas. Padahal, Bondan sama sekali tidak
bermaksud ingin ngelucu. Tapi karena
buktinya tertangkap sebagai sesuatu yang lucu, mereka serempak:
berhahahahahahahahahahahahah
Malah, ibu yang dirawat di
sebelah ran jang Ariyani, yang tadi berani berkomentar, spon an nyubit
suaminya. Maksudnya, bukan mau nya kitin. Tapi, minta diantar ke kamar mandi.
Dia ru panya tidak tahan lagi menahan keinginan pipis yang mendadak
menyerangnya. Suaminya yang masih ngakak, memang nggak marah. Padahal, cubitan
isterinya terasa sakit. Tapi, ia tak protes
Entah karena pengaruh suasana
yang menggem birakan dan membuatnya lupa pada beban harus bayar rumah sakit,
entak karena merasa tak enak jika letupkan emosi di depan orang lain
Bersambung………
0 komentar:
Posting Komentar