ADA PINTU
DI JENDELA
oleh : Oesman Doank
TIGA PULUH SATU
Bondan menoleh.
Tersenyum, meng angguk dan memperkenalkan diri, dan menyam paikan
maksudnya pada pak Waluya.
“ Kayaknya, saya
mesti tanya dulu, dik Bondan mau ambil yang mana, nih? Kalau mau yang
masih asli, saya bisa langsung antar masuk ke dalam agar dik Bondan
bisa lihat-lihat. Kalau mau yang di sebelahnya, kita harus ke rumah
bu Mursidin terlebih dahulu “
“Jadi,
yang masih asli punya bapak, yang sudah direnovasi dan ditingkat,
punya bu Rasidin. Bagaimana kalau saya maunya lihat lebih dahulu
rumah bapak. Oh ya, boleh saya tahu, berapa harga per tahunya, pak ?”
“Rumah
saya kan masih asli. Masih apa adanya. Listriknya pun hanya 900 watt.
Har ga per tahunnya, tentu lebih rendah dari rumah di sebelahnya.
Saya tawarkan cuma tiga juta rupiah. Jika dik Bondan naksir rumah bu
Rasidin, kata nya, sih, per tahun tujuh juta rupiah “
Pak Waluya membuka
gembok rumah nya. Mengajak Bondan masuk ke dalam untuk melihat-lihat.
Sadar tetap di atas motornya. Me mandang bungkusan plastik berisi
makanan ma hal, untuk isterinya. Ia yakin, boss mengijinkan ji ka ia
ikut melihat-lihat ke dalam. Tapi, Sadar ta kut malah lama. Ia tak
ingin, kelamaan di dalam rumah, begitu keluar, motornya sudah raib
entah ke mana
“Pastinya,
isteriku nggak mungkin ti dak senang Dia pasti tidak nyangka, jika
suami nya yang cuma tukang ojek, bisa bawa makanan enak, mahal dan
dibungkus dalam kemasan m ewah “
Sadar
terus memandang bungkusan yang ia gantung di stang motornya. Ia terus
terse nyum. Seperti Bondan, yang juga tersenyum sete lah mendengar
seloroh pak Waluya, yang menga takan, para tetangga menyangka
rumahnya yang sekitar sebulan kosong ada penghuninya
“Pak
Waluya bisa saja. Tapi, untung saya tidak takut setan. Sebab, saya
pernah jadi setan. Dan ketika saya merasa sebagai setan, saya bisa
melihat dengan nyata, lho pak, betapa setan-setan beneran malah pada
santai dan berleha-leha “
“Hahahahaha, sekarang, dik Bondan yang bisa saja. Masa’ bisa,
sih, setan beneran malah pada santai dan berleha-leha “
“Benar
dan nyata, pak.Mereka itu, malah pada malas kerja. Baru kepingin
membujuk manusia agar pada mabuk, eh, manusia yang sudah jadi setan,
malah mabuk duluan. Baru mau ngebujuk manusia agar korupsi, eh,
manusia yang sudah menempatkan setan dalam dirinya, belum dibujuk
sudah lebih dahulu korupsi. Jadi, setan merasa nggak ada kerjaan.
Mereka
jadi bisa santai dan berleha-leha. Sebab, saat ini, kebanyakan
manusia, malah menempat kan setan ke dalam dirinya. Menjadi setan
sebelum setan datang untuk membujuknya. Para setan pasti bersyukur,
sebab semakin banyak manusia yang jadi setan, semakin ringan tugasnya
“
“ Ada benarnya
juga, lho, dik Bondan. Sebab, setan yang benar-benar setan, kan,
nggak pada hobi ma buk-mabukan. Eh, manusia yang dilarang melakukan
perbuatan setan malah gemar mabuk-mabukan. Setan juga nggak hobi
korupsi, sebab, setan nggak perlu uang atau rumah mewah.
Tapi,
korupsi itu pekerjaan setan. Lalu, mengapa justeru manusia yang gemar
melakukan korupsi, yaa ? Jadi, menurut dik Bondan, yang aneh itu,
setan atau manusia, yaa ?”
“Waah, menurut saya, itu harus dianggap aneh tapi nyata, pak.
Soalnya, kalau kita bilang yang aneh itu manusia, toh, nyatanya
manusia itu konkrit dan sesama manusia bisa melihat wujud nyatanya.
Tapi, jika yang aneh kita anggap setan, toh, meski kita tak pernah
bisa melihat wujudnya, kita juga tak pernah melihat kenyataan tentang
setan yang sedang bermabuk-mabukan.
Di pengadilan,
kita juga tak pernah, tuh, melihat jaksa membacakan tuntutan kepada
setan. Yang dituntut, pasti manusia. Hakim yang kemudian memvonis,
juga tidak menjatuhkan vonis untuk setan. Sebab, wujud nyata
terdakwanya tetap manusia “
“Jadi, salah
dong, kalau kita bilang mafia kasus, koruptor, maling ayam, mafia
pajak, itu setan “
“ Salah sih,
tidak, pak. Hanya, jelas sangat keliru. Sebab, yang nyata-nyata
melakukan kejahatan pas ti manusia, bukan setan. Tapi, manusia selalu
mengata kan, penjahat yang sebenarnya manusia telah melakukan
perbuatan setan. Untungnya saja, setan tak pernah mela porkan
pencemaran nama baik yang dilakukan oleh manusia terhadap setan “
“Hahahaha,
sekarang bagaimana, apakah setan. Eh, maaf, maksud saya, apakah dik
Marwan berkenan mengontrak rumah saya ? Tapi, maaf, lho, baru san
saya bilang setan. Habis, sih, dik Marwan bisa saja. Mau transaksi
kontrak rumah, setan dibawa-bawa “
Bondan yang
sudah melihat situasi rumah kontrakan milik pak Waluya yang
menurutnya sangat sederhana, dan cocok dijadikan tempat tinggal
karena lokasinya di dalam dan jauh dari jalan raya, tak lagi berpikir
panjang lebar. Ia langsung menyatakan berminat dan langsung membayar
uang kontrakan untuk dua tahun
“
Langsung dibayar saat ini ?” Tentu saja Pak Waluyo jadi kaget.
“
Sekarang, besok atau lusa, kan sama saja, pak. Saya tetap harus
bayar. Jadi, kenapa harus ditunda-tunda ?”
“Terima kasih, dik Bondan. Terima kasih,” pak Waluyo menghitung
uang yang diserahkan Bondan untuk membayar harga kontrak rumah.
“Boleh, kan, pak kalau saya langsung minta kunci. Kebetulan, saya
kepingin banget istirahat “
“Oh,
boleh. Tentu saja boleh. Silahkan, ini kuncinya,” pak Waluya segera
menyerahkan kunci rumahnya kepada Bondan.
Setelah menjelaskan hal yang dianggap penting dan Bondan dianggap
mengerti ples memahami hak dan kewajibannya, pemilik rumah
mempersilahkan Bondan untuk menggunakan rumahnya yang sudah dikontrak
oleh Bondan. Pak Waluya juga berjanji akan segera membuat surat
perjanjian yang nantinya ditanda-tangani kedua belah pihak
Bersambung...............
0 komentar:
Posting Komentar