ADA PINTU DI JENDELA
oleh : Oesman Doank
DUA PULUH TIGA
“Enak aje, lu
pade. Gue kan, cuma salah paham,”ia buru-buru menetralisir agar
penum pangnya yang masih memakai helmnya, tak bera lih ke rekannya
yang terang-terangan ngiler mau membawa Bondan ke manapun tujuannya.
Sabar bergegas
meminta maaf, Bondan mengikhlaskan uang di tangannya disamber oleh
Sabar, yang cepat memasukkanya ke saku cela na, dan buru-buru
menstarter motor.
“Dasar keple,
lu, Bar. Tadi ogah, sekarang nafsu “
“Mangkanye,
lain kali ati-ati nilai orang. Penjahat lu sangka boss. Eh, boss lu
sangka penjahat “
Sabar yang tak
menggubris ocehan teman nya, tak sempat mendengar ocehan teman lain
nya, karena ia buru-buru ngacir bersama sepeda motornya.
Membawa Bondan. Rencananya, Sa bar akan membawa Bondan, langsung ke
kawa san ke Joglo. Atau ke daerah pinggiran lain yang masih
berbatasan dengan wilayah Tangerang. Ta pi,sekitar tigarutsan meter,
Sabar malah menepi kan kendaraannya.
“Kenapa
berhenti , bang ?”
Sabar kagak
nyaut. Ia standar motornya. Turun dan dengan lugu ia menjura.
“Sorri boss.
Saya tadi khilaf. Saya sekali lagi mohon, maaf. “
“Yeee, elu,
bang. Lagi-lagi, maaf yang lu pinta. Kalau masih kurang, kan
mendingan lu minta duit ? Minta maaf nggak bakalan bisa bikin lu
kenyang, bang ”
“Saya
serius, boss. Soal bayaran, sudah le bih dari cukup. Jadi, saya
benar-benar minta ma af, boss. Maafkan saya boss “
Sebenarnya,
Bondan, jadi kepingin nga kak. Tapi, ia tak ingin tukang ojek yang
memba wanya kembali salah persepsi
“Yaa, kalau
si abang minta duit aje gue siap ngasih. Apalagi kalau cuma minta
maaf. Po koknya, gue maafin. Titik. Sekarang, cepat deh kita
berangkat “
“Terima
kasih, boss. Saya jadi lega. Jadi enak bawanya. Saya siap bawa boss
sampai ke pelosok dan jika tidak ketemu, juga siap nemanin sampai
besok. Sampai boss dapat rumah yang cocok, “ ujar Sabar.
Ia sudah merasa
senang, tenang dan tari kan nafasnya yang panjang serta senyumnya
yang nampak gemilang, menjelaskan, Sabar me rasa sudah tak punya
beban moral. Bondan,yang
ia panggil boss, sudah
memaafkan
Sabar juga
merasa sangat diuntungkan. Da pat rezeki nomplok dan dapat penumpang
berhati dermawan. Anak muda yang tak mengklaim kesa lahan dan
kebodohannya.Yang tak mengalihkan niatnya ke ojek lain, tapi justeru
tetap memi lihnya, meski tahu, sikap dan tindakannya sewak tu di
pangkalan, memang sangat menyebalkan.
“Kita ke
daerah Joglo terlebih dahulu, yaa, boss”Sabar langsung kasih ide.
Ia yang sudah si ap berangkat berusaha untuk berakrab-akrab.
“Kemana saja.
Yang penting komplek peru mahan, lokasinya bisa hampir ke Tangerang
atau hampir ke Jakarta. Ngerti,kan? Oh iya, siapa na ma abang?”
“Sabar, boss,”
sabar cepat menyahut tapi ia tetap konsentrasi, saat mulai start
lagi. Dan ia sa ngat hati-hati. Tidak mau ngebut. Maksimal ha nya
empat puluh kilome terperjam. Kayaknya, Sabar kepinging manfaatin
kerjanya sambil ngobrol.
“Lain kali,
sikap abang mesti cocok sama nama abang yang tercantum di ktp. Jangan
cepat emosi kaya’ tadi ?” Kata Bondan
Bondan nggak
cuma cepat cepat menyahut, tapi dia juga tahu kalau Sabar kepingin
ngobrol. Tapi, ia tidak ingin ngobrol bersama pengojek yang tidak
bisa bersikap Sabar. Makanya, Bondan tak ragu buat nyen til kelakuan
Sabar, yang nyaris berbuntut tidak mengenakan.
Bersambung........
Bersambung........
0 komentar:
Posting Komentar