Oleh : Oesman Doank
TIGA PULUH DELAPAN
Sabar jadi terpikir untuk
merapatkan hordeng pemisah antara pasien satu dengan yang lain, serapat-rapatnya.
Ia tak ingin pasien di sebe lah yang
juga sedang dibesuk, mengetahui apa yang akan disampaikan ke isterinya. Ia tak
peduli pada Ariyani yang kelihatan makin kesal karena Sabar tak memperhatikan
keluhan isterinya.
Sabar bergegas mencopot tas
pinggang nya.
“Sekarang, “ kata Sabar, dengan
suara berbisik “Kamu lihat apa yang abang bawa. Setelah itu, tolong jangan mengeluh
lagi. Oke ?”
“ Bang... untuk apa saya
bilang oke? Abang kan, tukang ojek. Bukan tukang sulap yang bisa mengubah kertas kumel jadi
uang berwarna merah“
“Sssst..suara kamu jangan keras
begitu? Sekarang, begini saja, kamu ambil tas ini, buka, dan lihat isinya, “ kata
Sabar, yang karena kesulitan menenangkan isterinya, segera setelah menyerahkan
tas pinggang ke isterinya, memberi saran yang dianggapnya paling mudah dan bisa
cepat dimengerti.
Padahal, yang diinginkan, ia
bisa se perti Bondan, yang kalau melakukan sesuatu, kesannya sangat biasa saja,
seperti halnya air me ngalir, tapi hakekatnya, mampu mendobrak apa yang tersembunyi di relung
jiwa. Membuatnya terharu, dan kemudian menangis sesenggukan . karena ujung-ujungnya
ia sangat merasakan baha gia. Di saat seperti itu, begitu nikmat bersyukur pada
Sang Pencipta karena benar-benar merasakan kebesaran, kasih dan sayangNYA
“ Baaang…” seketika Ariyani
malah memekik Sepertinya, ia tak percaya. Padahal, matanya melihat begitu jelas tumpukan uang yang
bersemayam di tas pinggang kumel, milik Sabar, suaminya
“ Sssst…kan abang sudah
bilang, buka dan lihat isinya. Kalau sudah tahu, ber syu kur pada Allah. Jangan
malah bikin orang lain memperhatikan kita ?” Kata Sabar. Tentu saja ia bemaksud
mengingatkan agar isterinya tenang
“ Tapi…uang sebanyak ini.
Abang dapat dari mana ? Kalau nggak jelas juntrungan nya, saya malah jadi takut
menerimanya “
“ Aduuuh, kamu itu bagaimana,
sih. Tadi abang kan, bilang, Allah Maha Besar dan Maha Memberi Rezeki.
Sekarang, kamu nggak usah bingung. Yang penting, kamu bersyukur dulu aja.
Setelah itu, baru abang jelasin, oke ?”
Meski sulit, Sabar bisa meyakinkan
dan ia melihat isterinya yang semula kuatir, me narik nafas lega. Lalu,
tersenyum. Lantas, Sabar mendengar jelas, isterinya mengucap
“Alhamdu lillah Hirobbil
Alamin”. Sabar mulai lega. Setelah merapikan tas ping gang, Sabar kembali membuka
horden. Ia sema kin lega, karena pasien di sebelah juga sibuk de ngan urusannya
sendiri.
“ Sekarang, kamu
nikmati makanan enak yang abang bawa dari
restoran mahal, yaa? Sete lah itu, abang akan jelaskan tentang Kebesaran Allah yang hari ini
melimpahkan rezeki buat kita sekeluarga. Oke ?”
Ariyani tak bisa bilang oke. Ia hanya bisa
mengangguk sambil menebar senyum. Meski be gitu, Sabar bisa menangkap senyum
isterinya yang tidak full lega. Apa yang tertangkap oleh in sting Sabar, memang
tak begitu keliru. Soalnya, ia kenal betul dengan isterinya sendiri.
Nyatanya? Meski Ariyani sudah melihat dengan begitu jelas tumpukan
uang di tas ping gang Sabar, dadanya tetap
saja belum lapang. Di sana atau di hati Ariyani, masih ada penumpang.
Bersambung…….
0 komentar:
Posting Komentar