ADA PINTU DI JENDELA
Oleh : Oesman Doblank
TIGA PULUH EMPAT
(7)
RENCANANYA,
begitu sampai di pangkalan ojek, Sabar akan menurunkan si boss. Sekali lagi
ia akan mengucapkan terima kasih. Begitu
berpisah, Sabar langsung cabut, meluncur ke rumah sakit. Rencana kedua, setelah
menye rahkan tas plastik warna merah berlogo rumah makan mahal, ia akan buat
surprise. Hanya me nyerahkan uang yang setengah juta rupiah. Jika isterinya
menanyakan soal biaya untuk pera wa tan dirinya, ia hanya akan bilang:
“Kamu berdoa saja “
Dengan begitu, isterinya jadi
harap-harap cemas. Jadi, isterinya akan mikir, dan di saatnya, ia akan bilang,
soal rumah sakit sudah beres. Kalau sekarang pulang, tak bakal ada yang meng hadang.
Tak akan ada yang berani menyandera
Karena itulah, Sabar menyalakan
lampu sein motornya. Niatnya, sebentar lagi, dia harus tepat dan cepat berbelok ke kiri. Begitu masuk ke jalan arteri, ia akan langsung bablas
sampai ke Pejompongan. Nantinya, belok ke kanan dan sam pai ke pangkalan.
Belum sampai belokan, boss meminta
agar Sabar menepikan motornya. Sabar hanya berpikir senangnya saja. Ia menduga,
boss akan turun. Setelah menyerahkan helm terus bilang, karena tak tahan terus
menerus keanginan, saya permisi dan memilih naik taksi
Nyatanya? Begitu motor menepi ke pa
ling sisi, boss memang turun dari motor. Tapi, yang disampaikan benar-benar di
luar perkiraan Sabar
“
Bang…kalau boleh, gue mau ikut ke rumah sakit Gue mau bezuk isteri lu, mau kenalan sama bayi lu yang baru lahir ke
dunia dan setelah beres, baru anter gue ke pangkalan. Gimana, setuju ? “
Sulit bagi Sabar untuk menjawab
tidak setuju. Tapi, ada yang jauh lebih sulit dari seke dar menjawab hal itu.
Makanya, Sabar standar kan motor, cabut kunci dan bergegas ke salah satu pohon rindang yang berjajar di sepanjang ja lan.Jaraknya
hanya sekitar lima meter dari mo tornya yang sudah distandarkan.
Sabar terduduk. Kedua kakinya
berse lonjor Tubuhnya disandarkan ke batang pohon. Sabar tak menghiraukan
celananya yang pasti kotor oleh debu. Ia lantas menatap langit, seseng gukan dan membiarkan
air matanya berhambu ran.
Sabar kembali sesenggukan. Kalimat yang baru saja ia dengar, langsung membawa nya ke
puncak keharuan. Sabar, benar-benar merasa hari ini menjadi hari yang paling
indah dalam hidupnya. Hari yang sangat berbeda dengan ribuan hari yang telah
dilaluinya. Ia mengangkat kedua tangan, kedua matanya yang bercucuran air mata,
memandang luasnya langit
0 komentar:
Posting Komentar