DIDING
dan Dudung bukan anak kembar. Juga bukan bocah yang lahir dari satu ibu.
Masing-masing punya orangtua. Diding putra kedua dari pasangan Ma mat dan
Mimin. Sedangkan Dudung, anak kedua dari pasangan Jali dan Markonah.
Mereka bertetangga dan duduk
sebangku di kelas tiga, SD Bayar Mahal, yang setahun silam namanya di ganti
menjadi SD Gratis Seumur Hidup, karena kepala sekolahnya, yang ikutan pilkada
Bupati, terpilih secara aklamasi dan pangkatnya tidak Kepsek lagi. Sudah naik
ke ujung langit, menjadi Bupati.
Ngakunya,
kedua pasangan orangtua Dudung dan Diding, gak pernah tahu, kalau anaknya:BBD
(Bengal Banget, Deh) Tapi, menurut para tetangga, pengakuan mereka, tak layak
dipercaya.
“ Mereka cuma pura-pura tak tahu, padahal tahu anaknya BBD,” kata para
tetangga, yang umumnya ramah bila dihadapan orangtua Diding dan Dudung, tapi di
belakang mereka, hobi banget ngerumpiin.
Maklum,
Dudung dan Diding memang BBD. Suka ngerusak tanaman tetangga. Kalau mereka
laporkan ke masing-masing orangtua, malah dijawab, makanya, kalau punya
kembang, jangan cuma dirawat.
“ dijaga juga, dong. Supaya nggak
dirusak anak-anak. Kalau nggak punya waktu, gaji saja satpam, dan tugaskan secara
khusus untuk menjaga kembang “
Diding dan Dudung, juga senang
ngelemparin genteng tetangga. Jika dilaporkan, orangtua mereka jadi seperti
pasutri kembar. Jawabannya, pasti semodel.
“ Namanya juga genteng, yaa,
kalau dilempar pasti pecah. Kalau nggak mau pecah, ganti aja pakai seng “
Ketika Dudung dan Diding dilaporkan
mencuri mangga tetangga, oleh bu Markum, pemiliknya, orang tuanya malah bilang.
“ Anak kreatif kok, dibilang pen curi?
Kalau pencuri, mangganya langsung dijual. Kalau anak kita, kan langsung dimakan. Artinya, jelas
kreatif. Bisa memindahkan mangga dari pohon, ke perutnya “
Selalu dan selalu ada jawaban dari
kedua pasa ngan orangtua mereka. Jelas, pertanda tidak mengakui anak mereka
memang BBD. Makanya, tetangga pada kesal. Tidak mau ngalokin Dudung dan Diding.
Terle bih, ikut bantu mendidik.
Satu saat, ketika hujan lebat,
mereka yang melihat Dudung dan Diding kebut-kebutan dengan sepedanya, tak ada
yang berminat ngalokin, nasihatin. Mereka cuwek saja, karena jika dilaporkan ke
orangtua nya. Paling malah bilang begini.
“ Apa salah kalau anak kita mau
senang-senang di waktu hujan? Jadi tetangga, nggak usah usil, deh “ Nah,
daripada keki berat, yaa, mendingan dicuwekin. Makanya, ketika akhirnya
mendengar kabar Dudung dan Diding dilarikan ke rumah sakit saat hujan masih
lebat, tetangga pada males nengok.
Saat orangtua mereka, ngabarin ke
para tetangga kalau Dudung tangan kanannya patah dan Diding pelipisnya retak,
di acara arisan warga, bu Markum yang pernah ngelaporin tapi malah kesal, dan
bu Dodot yang juga ngebilangin
kembangnya dirusak, ngebales perlakuan mereka.
“ Untung, Dudung cuma patah tangan
kanannya. Coba, kalau tangan kiri dan kedua kakinya juga patah, pasti bakal
cacat seumur hidup “ sahut bu Markum
“ Diding juga masih untung, lho.
Sebab, Cuma pelipisnya saja yang retak. Coba, kalau kedua matanya ketusuk stang
sepeda, kan
bisa buta. Apa jadinya kalau masih kecil harus sudah jadi tuna netra “
“ Iya, “ kata yang Bu Simin, yang
ternyata, kepingin juga ngasih pelajaran pada kedua orangtua bocah yang anaknya
BBD. “ Untung juga cepat ketahuan dan cepat dibawa ke rumah sakit. Coba, kalau
orangtuanya tidak segera tahu dan tidak cepat-cepat di bawa ke rumah sakit,
pasti lukanya tambah parah “
“ Tapi, gimana juga kita nggak
menyangka, lhoo. Sebab, kok bisa, yaa, si Dudung dan Si Diding yang tidak
nakal, terkena musibah seperti itu ?” Kata seorang ibu, yang dalam hatinya,
sebenarnya nyukurin
Mendengar tanggapan para tetangga
yang ternya tatidak ngenakin, kedua pasangan orangtua yang ngaku anaknya tidak
nakal, diam-diam meninggalkan acara arisan, dan mereka, pulang dengan begitu
saja, tanpa pamit.
0 komentar:
Posting Komentar